PEKERJA DAN HUKUM

Posted by pekerja bali under



Dua kata yang sangat tidak bisa dipisahkan. Pekerja selama ini butuh sandaran hukum untuk menjamin hak-haknya terpenuhi namun di sisi lain pekerja juga teraniaya oleh hukum itu sendiri. Mengapa? Hal yang lumrah saat ini kita dengar....Ketika buruh masih bisa mengabdikan dirinya pada perusahaan dia selalu berpedoman pada aturan atau kebijakan hukum perusahaan dan hukum nasional. Tapi ketika pekerja itu sudah tidak dibutuhkan, aturan main (aturan hukum) tidak diterapkan terhadap hak-haknya. Artinya hukum yang meninggalkan dia atau hukum yang sengaja diabaikan oleh kekuasaan. Meskipun pekerja itu merengek-rengek untuk tetap berpedoman pada aturan yang ada walau dia sudah di PHK......minta ampun deh sengsaranya jadi pekerja di Indonesia yang tercinta ini...Kenapa hal ini bisa terjadi??? beribu-ribu jawaban bisa muncul...ataupun tidak ada jawaban sama sekali karena semua orang sudah paham tentang hukum kita seperti apa diperlakukan....Apakah hukum masih sakti untuk dipakai sebagai alat kekuasaan...Pertanyaan ini sudah bergeser dari topik kita tentang pekerja dan dunia hukum...Tapi juga tidak jauh bergesernya....Seorang pekerja yang tidak tahu hukum atau bahasa ''gaulnya'' buta hukum sering menjadi korban kesewenangan aturan yang ada!

Mohon dukungan

Posted by pekerja bali under

Mohon dukungan kepada temen2 buruh yg saat ini memasuki arena PHI Denpasar.

Mereka mohon bantuan hukum untuk menggugat PHK kepada Perusahaannya (Garment) karena tidak memenuhi upah lembur, tidak memberikan libur, memperlakukan buruh seperti budak, tidak ada jamsostek. mengekang kebebasan berserikat.
9 orang ter PHK. Kami akan melakukan pengaduan ke Disnaker kab Badung karena persuahaan tidak mengikut sertakan Jamsostek.
Kami akan mengirimkan kronologis kasusnya.

Terima kasih.
Tim Advokasi

FORUM KOMUNIKASI PEKERJA BALI

Posted by pekerja bali under

Latar Belakang

Pekerja/buruh di Bali secara organisasi mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam pengorganisasiannya pasca berlakuknya UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh. Terbukti dengan munculnya beberapa serikat pekerja yang baru. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi serikat-serikat pekerja tersebut untuk memberikan yang terbaik bagi anggotanya masing-masing. Pembinaan, pembelaan, advokasi kebijakan public dan menmbangun jaringan antar serikat sudah cukup baik. Dalam rentang waktu hampir sembilan tahun ini tumbuh kembang serikat pekerja juga mengalami pasang surut, utamanya dalam permasalahan pengkaderan pengurus serikat baik di tingkat perusahaan dan tingkat kepengurusan di atasnya. Selain itu juga ada permasalahan interaksi antar serikat yang masih terbelenggu pada “romantisme” masa lalu sehingga komunikasi yang diharapkan dalam menghadapi persoalan ketenagakerjaan secara menyeluruh di Bali menjadi buntu. Sharing atau komunikasi antar serikat ini yang harus dibangun kembali untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di Bali.

Kebebasan berserikat pun juga belum mampu memberikan kesempatan terhadap pekerja yang ada di Bali. Masih banyak pekerja dalam suatu perusahaan yang belum berserikat. Sehingga ketika terjadi permasalahan di perusahaan tersebut terjadi ewuh pakewuh proses penyelesaian, karena serikat yang ada tidak mungkin ‘’berani’’ membela atau membantu proses perselisihannya. Pekerja akan berusaha secara mandiri menghadapi permaslahannya yang ujung-ujungnya terperangkap di peliknya proses penyelesaian hubungan insdustrial yang ada saat ini. Harapan ini pun juga menguap ketika mereka mencoba mencari pendamping di luar serikat pekerja yang sangat sedikit bahkan tidak ada. Kalaupun ada kemampuannya sudah tidak maksimal lagi dalam upaya pembelaan bagi pekerja yang berkutat dalam proses hubungan industrial.

Tercatat fakta kasus Bank Dagang Bali tidak mampu keluar dari proses penyelesaian yang diharapkan oleh semua public pekerja di Bali karena mereka tidak mempunyai serikat pekerja sebelumnya. Pun serikat pekerja yang ada tidak mampu memberikan solusi atau bantuan hukum yang memadai bagi mereka. Termasuk pula peran dari komunitas pekerja yang lainnya sangat minim kontribusinya.

Dari hal contoh seperti ini secara awam pekerja di luar serikat pekerja sangat awam terhadap proses atau mekanisme penyelesaian yang diamanatkan dalam UU 13 tahun 2003 dan UU no 2 tahun 2004 tentang PPHI. Hal ini mendasari beberapa element pekerja untuk mempunyai peran nyata dalam memberikan pengetahuan dan kemapuan mereka kepada sesame pekerja agar keluar dari ketidaktahuan dalam hukum ketenagakerjaan.

Berdirinya Forum Komunikasi Pekerja Bali
Berangkat dari sisi positif tersebut di atas maka beberapa pengurus serikat pekerja dan pemerhati pekerja di Bali berkumpul di Denpasar menggagas ide untuk memberikan pelayanan bagi setiap pekerja yang membutuhkan pelayanan hukum dan khususnya hukum ketenagakerjaan. Berbagai permasalahan ketenagakerjaan yang muncul di Bali masih banyak tidak terpantau oleh pihak-pihak yang berwenang. Baik persoalan perselisihan hak dan kepentingan, termasuk kasus-kasus PHK sepihak maupun masalah kebebasan berserikat yang masih dialami banyak pekerja.
Pada tanggal 1 November 2008 terbentuklah forum yang beranggotakan individu-individu pekerja dan praktisi hukum untuk menggagas pelayanan bagi pekerja di Bali. Forum ini disepakati bernama Forum Komunikasi Pekerja Bali (Forum Satu Kata) yang mengusung misi memberikan pelayanan hukum bagi pekerja di Bali agar mengetahui peran dan keberadaan pekerja sebagai manusia yang berturut andil dalam pembangunan di Bali. Tentunya visi Forum ini juga mengemban amanah untuk memberikan pencerahan bagi landasan kebijakan dan pembangunan hukum di Bali utamanya bagi kesetaraan pekerja sebagai mitra pembangunan.

Forum Komunikasi Pekerja Bali (Forum Satu Kata) memiliki fungsi atau badan-badan kerja yang cukup lengkap layaknya organisasi pekerja namun mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan serikat pekerja yang ada sehingga tidak akan mengambil fungsi dan peran serikat pekerja yang ada dalam hal pengorganisasian dan perekrutan pekerja sebagai anggotanya. Namun sebaliknya forum ini diharapkan dapat membantu serikat pekerja dalam merekrut, mengorganisir, dan mendukung fungsi-fungsi serikat pekerja itu sendiri.

Forum Komunikasi Pekerja Bali (Forum Satu Kata) dibentuk dan dimotori oleh Adiarsa, Gunadjar, Agus Setiawan, Emanuel Sukur, Ngurah Wisnu, Robert, Ayung, Ratmono, dll yang secara berkelanjutan akan mengawal forum ini untuk bisa bekerja secara maksimal bagi pekerja yang membutuhkan pelayanan baik masalah ketenagakerjaan, hukum dan keorganisasian yang menyangkut keberadaan pekerja. Kegiatan utama dari forum ini selain memberikan pelayanan dan advokasi hukum ketengakerjaan juga tentunya mengadakan pemantauan kebijakan dan melakukan analisa kebijakan baik yang bersifat lokal atau nasional. Hal ini menjadi pokok pekerjaan utama juga bagi forum ini dengan menilik masih minimnya peran serta dari serikat ataupun lembaga sejenis yang belum maksimal mengkritisi kebijakan mengenai ketenagakerjaan.

Susunan Pengurus Forum Komunikasi Pekerja Bali
Ketua: Agus Dana Setiawan
Wakil Ketua: Emanuel Sukur
Sekretaris: Wayan Adiarca
Bendahara: Wayan Sugiartha
Divisi Advokasi: Harjono Ratmono, Gunadjar
Divisi Komunikasi: Ngurah Wisnu
Divisi Dokumentasi dan Litbang: Nengah Sukardika & Wayan Juniada
Divisi Pelatihan dan Pendidikan: Faris & Made Sujana
Divisi Pengembangan Ekonomi: Robert Aripin

Jika anda seorang pekerja membutuhkan layanan kami, atau untuk bergabung, atau sekedar sharing/diskusi dan belajar bersama anda bisa menghubungi kami di:

Sekretariat Forum Komunikasi Pekerja Bali
Jalan Noja XXXVII No 16
Telepon/Fax: 0361 249630
Mobile:8003501/0818554852
Email: forumkomunikasi_pekerjabali@yahoo.co.id
http.www.manikayakauci.org

True story*

Posted by pekerja bali under

Reinkarnasi Marsinah.

Namanya Bunga, sebut saja seperti itu. Dia seorang pekerja garment yang sudah puluhan tahun pernah bekerja di beberapa perusahaan garment besar dan kecil di Jawa Timur dan Bali. Saat ini Bunga bekerja di sebuah perusahaan garment di Kota Denpasar Bali. Dengan pengalaman kerja yang sudah puluhan tahun di bidangnya tentunya dia memperoleh posisi yang sangat layak sebagai seorang “buruh”, bisa dikatakan mungkin posisi atau jabatannya bukan buruh lagi namun sudah dalam posisi di managerial. Karena jabatan yang disandangnya saat ini adalah kepala produksi. Tentunya dalam bayangan kita dia akan berperilaku layaknya seorang bos yang membawahi banyak buruh, perintah sana perintah sini buruh bawahannya untuk bekerja agar selalu produktif setiap saat. Ya itu memang adanya, namun penampilannya tidaklah sebagaimana gambaran kita di atas. Bunga orang yang lebih bersahaja dibandingkan sebagai seorang kepala produksi di sebuah perusahaan garment. Posisinya adalah kepala produksi, namun di luar itu Bunga lebih nyaman dalam kehidupan sehari-harinya juga seperti buruh garment rendahan juga. Tinggal juga di rumah kost, sama seperti buruh kelas bawah kebanyakan. Hal ini mungkin bukan catatan yang unik dan luar biasa. Namun jika melihat hal yang lain yang saat ini dikerjakan Bunga adalah sangat “nyeleneh” yaitu berjuang meningkatkan kesejahteraan rekan-rekannya.

Boleh dikatakan dia seperti hantu di siang hari bagi beberapa perusahaan garment yang pernah “disinggahinya”. Baru beberapa bulan lalu dia di putus hubungan kerjanya yang masih dalam masa percobaan oleh pemilik perusahaan garment di daerah Krobokan Denpasar karena terlalu ‘’mencampuri’’ urusan pemilik usaha dalam memanage tenaga kerjanya. Posisi Bunga saat itu juga sebagai Kepala Produksi! Posisi yang tentunya mempunyai penghasilan di atas rata-rata buruh biasa. Apa yang dilakukan Bunga sehingga dia di PHK sebelum masa percobaan kerja tiga bulannya habis? Wah-wah-wah! Bunga menjadi “tukang kompor” bagi buruh-buruh lain untuk melakukan “pemberontakan” terhadap pengusaha garment.
Mengapa? Apakah tempat kerja Bunga yang baru tidak memberikan hak-hak buruh secara layak? “Ya”, jawab Bunga.
“Pengusaha garment tempat dimana aku bekerja sangat buruk memperlakukan buruh-buruhnya.”
“Tidak memperlakukan buruh sebagai seorang mitra kerja, mengesampingkan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku.” tegas Bunga.
“Masak, hak-hak normative pekerja diabaikan begitu saja oleh pengusaha.”
“Padahal perusahaan garment itu sudah berdiri hampir tujuh tahun lamanya.”
“Apakah pemerintah dalam hal ini Disnaker tidak mengetahui adanya pelanggaran yang dilakukan perusahaan garment ini?” “Atau memang pemerintah menutup mata akan hal ini?” gerutunya.

Begitu banyak pertanyaan Bunga terhadap kondisi kerja yang baru ditempatinya.
“Upah lembur tidak dibayarkan sesuai ketentuan normative.” Urai Bunga heran.
“Temen-temen jika sabtu dan minggu masih diharuskan bekerja, dan upah lemburnya juga dibayar sesuai kehendak pengusaha.”
“Apa-apaan ini?” Bunga bergumam sambil menggelengkan kepalanya.
“Apa lagi jika temen ada yang tidak masuk kerja maka bos langsung melakukan pemotongan gaji tiap harinya yang besarnya mencapai lima puluh ribu.”
“Perusahaan juga gak mengikutkan buruh untuk mendapatkan layanan kesehatan di Jamsostek.” “masak garment yang sudah lama berdiri tidak tahu jamsostek.” Muka bunga memerah menahan amarah ketika dia mengingat kejadian yang menimpa rekannya.

Dasar si Bunga, dia yang seharusnya diam tidak perlu turut campur urusan pimpinannya dalam menentukan kebijakan perusahaan dalam urusan kepersonaliaan membuka diri untuk berseteru dengan pemilik garment. Apa yang dicari Bunga? Kok aneh, baru kerja dua bulan, punya gaji bulanan yang besar malah membela orang yang baru dikenalnya? Nampaknya, bencana menghampirinya. Tepat dua bulan dia bekerja dia di putus hubungan kerjanya, karena berani menentang kebijakan perusahaan. Beberapa kali dia terlihat perang mulut dengan pemilik perusahaan mengenai masalah upah lembur harian, upah lembur pada hari sabtu dan minggu juga upah lembur pada hari libur resmi yang tidak dibayar sesuai UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Wah, jadi pahlawan kesiangan si Bunga. Akibat tindakannya tersebut, telah “mengompori” buruh lainnya, temen-temen barunya juga di PHK! Wah-wah-wah…

Apa yang salah dengan Bunga? Tidak ada yang salah. Dia telah bertindak sesuai dengan hati nuraninya untuk memberikan dirinya sebagai pelayan bagi buruh-buruh yang lemah. Tanpa mempertimbangkan gajinya yang besar, pengalamannya yang selangit dalam bekerja. Kebalikannya dia menggunakan hatinya untuk “bekerja” bagi buruh-buruh yang tertindas hak-hak normatifnya. Pengalamannya dia pakai untuk memberi semangat bagi buruh-buruh yang tidak tahu haknya untuk merebut kembali hak-hak dasarnya sebagai manusia. Walaupun pahit rasanya, bukan buat Bunga seorang tapi buat buruh-buruh yang ter PHK akibat “bela diri” Bunga. Tapi temen-temen Bunga sangat senang, bahagia dan menikmati hidup baru. Karena mereka menemukan kemerdekaan yang baru bisa direbutnya dari “penjajah modern HAM” yaitu pengusaha busuk.

Lantas kemana Bunga saat ini? Bunga sekarang sedang berbunga lagi di perusahaan lain. Bunga sudah diterima kerja lagi disuatu perusahaan garment. Berkembang, mengeluarkan sarinya untuk dihisap madunya pengalaman dan empatinya bagi bunga-bunga yang lain.
Bunga juga memberikan oleh-oleh kepada kita, para mediator disnaker, pemerintah, hakim-hakimPHI dan pengacara buruh, karena perbuatannya, Bunga masih menunggu putusan Kasasi yang masih belum selesai ditambah kasusnya yang baru ini untuk diajukan di pengadilan hubungan industrial.

Semoga tumbuh bunga-bunga baru yang bisa mengikis habis perusahaan busuk di Bali yang memperlakukan buruhnya seperti budak. Coba anda pikir, hari gini masih ada perusahaan di Bali milik asing yang memperlakukan buruhnya tanpa mengindahkan hak-hak dasar manusia. Apalagi undang-undang ketenagakerjaan.

Dimana peran pemerintah? Itu bukan pekerjaan Bunga, tapi pekerjaan kita, para unionist, untuk meluruskan, membenahi dan menyeret pelaku perbudakan modern ke ranah hukum.
Terima kasih Bunga, kami masih menunggumu untuk terus memberikan hidupmu bagi saudara-saudaramu yang tertindas agar mereka bebas merdeka. Semoga Tuhan selalu memberkati dan melindungimu.
Kami mencari bunga-bunga yang baru mekar untuk bergabung dengan Bunga untuk menjadi Marsinah-Marsinah yang baru untuk hidup bebas dan merdeka dalam bekerja.

Pelajaran berharga buat kita para pembela buruh yang bisa kita petik hikmahnya, bahwa Bunga dalam membela buruh yang tertindas, tidak perlu mengharapakan pujian, perhatian, dan tentunya pendidkan yang tinggi untuk menganalisis berbagai aturan hukum perburuhan. Just do it, kata Bunga.
Salam solidaritas.


*Cerita ini bukan fiktif belaka namun adalah kisah nyata seorang perempuan yang seorang diri berani membela buruh-buruh yang tetindas hak-hak dasarnya. Perempuan ini melakukan upaya pembelaan bagi buruh-buruh yang bekerja diperusahaan yang tidak mematuhi aturan ketenagakerjaan yang baku. Kami menyembunyikan identitas aslinya demi menjaga keselamatannya dan mengingat kami saat ini sedang melakukan serangkaian upaya hukum untuk membela teman-temannya yang terPHK. Dimana saat ini prosesnya baru memasuki PHI.